Sebagai mahasiswa menjadi sesuatu yang lumrah jika selalu berhubungan dengan dosen kala kuliah. Baik itu ketika pembelajaran di kelas secara langsung, hingga konsultasi mengenai skripsi. Sama halnya dnegan guru, dosen adalah guru juga, tapi tinggat pendidikannya ada di level tinggi. Sehingga menjaga komunikasi dnegan dosen amat penting dengan tujuan menjaga komunikasi yang baik agar menjalani studi tetap lancar.

Apalagi di era canggih saat ini, komunikasi bisa semakin lancar karena bisa dilakukan secara virtual. Tersedianya platform media sosial mempermudah komunkasi dengan dosen.

Media sosial merupakan bukti pergeseran kehidupan sosial manusia. Dimana banyak aktivitas bisa dilakukan disana, bahkan bisa secara efektif dan efisien. Termasuk media sosial berbasis pesan instan Whatsapp. Penggunaannya sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat Indonesia kini, tidak terkecuali di lingkungan pendidikan tinggi/kampus.

Sebagai mahasiswa menjadi sesuatu yang lumrah jika selalu berhubungan dengan dosen kala kuliah. Baik itu ketika pembelajaran di kelas secara langsung, hingga konsultasi mengenai skripsi. Sama halnya dnegan guru, dosen adalah guru juga, tapi tinggat pendidikannya ada di level tinggi. Sehingga menjaga komunikasi dnegan dosen amat penting dengan tujuan menjaga komunikasi yang baik agar menjalani studi tetap lancar.

Apalagi di era canggih saat ini, komunikasi bisa semakin lancar karena bisa dilakukan secara virtual. Tersedianya platform media sosial mempermudah komunkasi dengan dosen.

Media sosial merupakan bukti pergeseran kehidupan sosial manusia. Dimana banyak aktivitas bisa dilakukan disana, bahkan bisa secara efektif dan efisien. Termasuk media sosial berbasis pesan instan Whatsapp. Penggunaannya sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat Indonesia kini, tidak terkecuali di lingkungan pendidikan tinggi/kampus.

Namun, salah satu fenomena yang sering dijumpai di kalangan mahasiswa adalah keengganan menyimpan kontak dosen. Kenapa ini bisa terjadi? Banyak faktor, mulai dari tidak penting, terlalu banyak kontak, memori tidak cukup, kehidupan medsos tidak ingin terlihat dosen, hingga bodo amat asalkan tetap bisa jaga komunikasi dengan baik secara langsung.

Padahal, nyatanya justru sebaliknya, tatkala mereka butuh kontak dosen, pasti kelimungan sana-sini. Minta ke grup ini itu, syukur-syukur kalo ada, dan ada teman yang mau bantu, ini kalo tidak ada, kan menyedihkan.

Apalagi yang paling parah adalah ketika tidak punya kontak dosen pembimbing akademik. Sungguh ironis! Di banyak kampus, dosen pembimbing akademik adalah dosen yang bertugas memperhatikan aktivitas akademik mahasiswa, yang ditugasi mengontrol dan menjadi tempat curhat mahasiswa.

Pertanyaannya adalah, apakah Anda sebagai mahasiswa tidak tahu dosen pembimbing akademik Anda yang itu sudah ada sejak semester awal kuliah?

Sebuah artikel yang ditulis oleh Xavier Carbonell, Ursula Oberst, dan Marta Beranuy yang berjudul The Cell Phone in the Twenty-First Century: A Risk for Addiction or a Necessary Tool?, menjelaskan tentang beberapa hal yang menjadikan handphone dan internet snagat besar pengaruhnya dalam dunia saat ini. Oleh sebab itu, kecanduan terhadap gawai dan internet menjadi sesuatu yang akan dirasakan penduduk dunia saat ini.

Namun demikian, tidak hanya kecanduannya sebagai efek negatif dari adanya fenomena ini, tetapi juga efek terkhusus dalam memperlancar sistem komunikasi yang dibangun. Termasuk mengikat suatu koneksi atau hubungan antar sesama manusia yang dilandasi berbagai kepentingan.

Ada beberapa hal yang penting dan sekiranya bisa dijadikan alasan mengapa menyimpan kontak dosen itu amat penting bagi mahasiswa.

 

Tidak Repot Saat Akan Konsultasi dan Masalah

Xavier Carbonell, Ursula Oberst, dan Marta Beranuy menggarisbawahi pentingnya pesan instan dan alat komunikasi untuk penyelesaian masalah kegelisahan dan ekspresi pesaan seseorang. Korelasinya dengan urgensi menyimpan kontak dosen tidak lain adalah alat untuk berkonsultasi mengenai suatu masalah yeng menimpa mahasiswa.

Apalagi Whatsapp yang memberikan alat berbagi dokumen, file, gambar, dan sejenisnya menyebabkan konsultasi bisa lebih mudah dilakukan. Misalnya dalam konsultasi skripsi dan proposal penelitian. Mahasiswa sebenarnya tidak lagi harus pergi ke kampus (apalagi di kondisi pandemi saat ini), melainkan hanya perlu memberikan file skripsi kepada dosen untuk kemudian dikoreksi dan dibenahi.

Konsultasi lainnya juga bisa dengan mudah dilakukan, meski dengan segala kekurangan dan kelemahan. Semua bisa dilakukan di Whatsapp. Jadi, rugilah kalo kita tidak simpan kontak dosen kita. Bagaimana mau konsultasi, kontaknya saja tidak punya. Begitulah perkembangan media dan teknologi dengan segala kemudahannya bagi manusia, tinggal disikapi dengan bijak saja.

 

Memperpanjang Tali Silaturahmi

Terlalu sederhana kalua kita memandang hubungan dengan dosen hanya tatkala menjadi mahasiswa saja, padahal akan semakin bermanfaat jika kita menjaga relasi ini bahkan ketika status menjadi mahasiswa selesai.

Mungkin kedean aka nada hal-hal yang bisa dibantu, dikerjakan bersama dengan dosen, dna banyak hal lainnya yang bermanfaat. Termasuk keuntungan jika sudha menjalin relasi ini dengan baik maka efek positif lainya pun bisa dipetik. Karena sejatinya, dosen adalah guru kita, guru dalam dunia kampus, dan dunia yang lebih luas lagi. Mempererat tali silaturahmi jadi alasan mengapa kita akan tetap menghormatinya.

Mungkin kita sering mendengar bahwa: “kebahagiaan sang guru, ada ketika muridnya sudah sukses dan berhasil”. Jadi, apa salahnya jika kita kabari mereka, kasih tau mereka, bahwa kita bisa jauh melangkah lagi. Pastilah mereka bahagia sekali.

Bukankah silaturahmi juga akan memperpanjang usia? Ya, tentulah. Termasuk silaturahmi dengan dosen kita dulu. Mereka adalah orang-orang berjasa bagi kita. Dan tidak elok jika melupakan mereka.

 

Setidaknya Menjadi Kontrol bagi Aktivitas Medsos Kita

Terakhir, yang penting adalah alat control aktivitas media sosial. Mengapa penting?

Media sosial termasuk Whatsapp memberikan ruang bagi penggunanya untuk berbagi akan apapun konten yang ingin dibagi, bahkan konten negatif sekalipun. Hal tersebut karena, media sosial hanyalah alat yang penggunaannya ditentukan oleh penggunanya sendiri. Jadi, baik tidkanya medsos kita, kita yang tentukan sneidir.

Penting juga untuk memahami bahwa media sosial yang kita gunakan juga tetap dikontrol oleh orang lain. Artinya, konten yang kita share, aktivitas yang di share, dan apapun itu yang diaktualisasikan keada hala layak medsos akan diketahui oleh orang lain, atau mereka yang satu kontak dengan kita.

Konten-konten negatif, hoaks, yang ketahuan akan dikontrol orang lain, akan ditegur orang lain, dan dikecam, termasuk di caci-maki orang lain. Jadi, janganlah merasa medsos itu hanya milik kita saja, jejak digital medsos kita juga akan htetap ada, tidak akan hilang. Jadi, setop berbagi konten negatif.

Manfaat ketika satu kontak dengan dosen adalah ketika hal negatif justru kita lakukan, pasti jika ketahuan mereka (dosen kita) bisa control konten tersebut, menegur, atau memperingati. Begitupun jika konten positif kita bagi, mereka juga pasti bisa apresiasi kita secara langsung.

Dengan demikian, aktivitas dunia medsos kita menjadi lebih hati-hati, penuh pertimbangan, dan dilakukan dengan control diri yang baik. Karena alangkah malunya kala kita berbagi konten negatif dan itu diketahui oleh dosen kita. Sungguh malu bukan?

Jadi, tidak ada alasan lagi untuk sibuk sana-sini karena tidak menyimpan kontak dosen kita. Tidak ada alasan untuk tidak menulis kontak dosen kala perkenalan di kelas. Dan tidak ada alasan untuk tidak mau melibatkan dosen-dosen kita dalam kehidupan, peran mereka besar, untuk motivasi dan control sosial diluar kehidupan kampus.

 

Sumber : https://www.kompasiana.com/setiapaelani2324484/5f43ec34097f3641f01cfa72/manfaat-menyimpan-kontak-dosen-bagi-mahasiswa?page=1